Bunyi tak tik tuk keyboard ini
mulai terdengar lagi. Hah.. lama rasanya tidak mencurahkan isi hati dalam
sebuah tulisan. Harap banyak hikmah dari kejadian yang dapat dipetik bersama
para pembaca.
Kini, saya sudah mulai beranjak
dewasa. Azee…
Lebih tepatnya setelah berbagai
kejadian yang menyita banyak waktu tenaga dan fikiran. Dimulai dengan yang
namanya skripsi, ujian masuk co-ass, hingga pernikahan abang tersayang. Ups! J
By the way, congrats dulu buat
abang saya Muhammad Razi, S.T, M.MSI dan kk ipar saya dr. Afifah Amatullah
untuk pernikahannya. Semoga keberkahan selalu tercurah untuk abang dan kakak
serta anak-anak kelak. Aamiin
Okay, stop dulu membicarakan
masalah pernikahan.
Kali ini saya ingin menceritakan
pengalaman pertama saya di dunia per co-ass
an. Hari ini adalah minggu terakhir saya di siklus pertama. Kebiasaan lama
memang sulit untuk diubah. Saya menulis selalu di saat-saat akan ujian. Seperti
minggu ini, minggu terakhir yang mana semua dokter muda berjibaku dengan
buku-buku untuk dapat melenggang ke siklus selanjutnya dengan aman dan
tenteram.
Baik, cerita ini berawal dari
hari pertama saya melangkahkan kaki sebagai dokter muda di sebuah rumah sakit
umum milik pemerintah di kota ini. Masih teringat oleh saya saat tiba di
bangsal, saya dan teman-teman dokter muda disuruh masuk ke ruang conference
dengan teratur. Duduk di hadapan ibu-ibu konsulen yang hebat. Sesaat saya
terkesima dengan apa yang saya lihat saat itu. Orang-orang hebat yang ada di
depan dan calon orang-orang hebat yang ada di samping kanan dan kiri saya.
Semua akan menjadi teman sejawat saya sebentar lagi. In syaa Allah.
Pertemuan di ruang conference itu
merupakan ajang utuk mengenal semua konsulen dan staff yang ada di bangsal.
Hari pertama diisi dengan memperkenalkan diri masing-masing kepada sang tuan
rumah. Setelah itu kami diberi pengarahan bagaimana menjalani per co-ass an di
bagian tersebut selama 4 minggu. Dokter residen sangat membantu kami dalam
segala hal walau terkadang suka marah juga kalau ada hal yang tidak berkenan.
Banyak pasien yang saya temui di
bagian ini, bagian yang dekat dengan yang namanya wanita. Sebut saja bagian KK.
Di bagian ini banyak hal yang saya dapatkan. Namun yang menarik perhatian saya
adalah seorang anak perempuan berusia belasan tahun dengan retardasi mental
datang bersama ibunda tercinta untuk mengobati penyakit pada kulitnya. Yah
terlanjur kesebut. hehe J
Oke kita lanjutkan. Sang ibu
terlihat begitu sabar meladeni putrinya yang terus berbicara tanpa rem. Terlihat juga
wajah sendu dan letih terpancar dari ibu itu. Saya maklum, yang ada disekitar
saya pun begitu. Kami biarkan saja anak itu bicara tidak jelas dan merengek
meminta sesuatu pada sang ibu.
Namun, tiba-tiba sang anak tersebut
menengadahkan tangan sambil berdoa dengan lantang. Isi dari doa itu memang tidak jelas
akan tetapi kami dapat menangkap bahwa ia mendoakan ibu dan ayahnya dan keselamatan untuk mereka sekeluarga di dunia dan akhirat.
Allahu
Akbar.. saya merinding mendengarnya. Setelah itu saya tidak bisa berkata
apa-apa, hanya duduk termangu sambil mengaminkan doa anak sholehah itu. Maa
Syaa Allah.
Mungkin ini salah satu buah manis dari kesabaran sang ibu dalam membesarkan anaknya. Semangat terus bu, semoga Allah selalu memberi ibu kekuatan dan kesabaran yang ekstra dalam mendidik titipan Allah ini. Aamiin..
Wisma Samara
Hari-hari menjelang ujian 22.30 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar